Bagi sebagian guru, ini yang aku alami, di menjelang akhir tahun pelajaran ada hal yang membuat nggak enak. ini pengalaman yang kualami, yang saat ini menyandang status sebagai guru honor (terhormat atau dihormati), walaupun kadang tidak dihormati sebagai guru (honorabillis).
Banyak sesama guru yang ketar-ketir atau betapa bahagia mereka karena mereka sudah mendapat keputusan untuk lanjut "dipakai" atau di-cut alias tidak lanjut dipakai menjadi guru di sekolah tertentu.
Guru, saat ini seolah bukan pekerjaan yang bergengsi. Karena kulihat dari tempat kerjaku, yang menjadi guru tidak imbang perbandingannya antara yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dan, kenyataannya banyak yang perempuan....
Demikian juga rasa keadilan seakan mengoyak nurani, ketika ada guru yang baru masuk - secara otomatis langsung menjadi guru tetap, dengan mudahnya melenggang seakan tidak ada beban (dosa). Sementara di sekolah ini ada yang berjuang sebagai honor tadi, sudah bahkan 5-8 tahun, ternyata ujung-ujungnya kandas juga tidak dipakai.
Di manakah akar permasalahannya?
Aku bukan pembuat keputusan... aku juga tidak punya kuasa apapun, selain aku memiliki hak untuk meneladan Sang Guru Abadi, yang telah rela mati untuk dosa manusia. Dialah Yesus Kristus, Sang Guru Sejati... dimana siapapun yang mau mengikuti dan meneladani cara hidupnya dipersilahkan... monggo.... tanpa syarat dan tanpa sogokan untuk masuk menjadi murid-Nya.
Orang yang punya kuasa seakan bermain seluas-luas kekuasaannya... tanpa memandang sejauh mana sisi positif yang telah dilakukan dan dimilikinya.
Sepertinya pihak yang punya kuasa untuk menentukan hidup seseorang atau keluarga seseorang itu, mereka dengan mudah memutuskan terus dipakai atau tidak terus dipakai itu berdasarkan tes Psikologi. Memang perlu sih.... tapi adakah guru ideal itu di dunia ini, selain Tuhan Yesus sendiri.
Begitu jatuh bangunnya diriku untuk berusaha sekuat mungkin untuk tidak marah, tapi ada yang memandang guru itu lembek, tidak punya ketegasan...
Ada yang memandang guru itu mudah memberi nilai, tapi ada yang memandang guru itu murahan... Dan masih banyak litani guru yang lain, yang menyudutkan eksistensi guru itu sendiri....
Suatu saat akudan teman-teman dengan para siswa SD mau berangkat camping rohani (8-10 April 2010) ke PGI Cipayung. Suatu saat anak-anak antri untuk masuk bus,ternyata ada orang tua yang menanyai, "Bapak guru rombongan ini?". Lalu saya jawab, "Ya". tanpa basa-basi dan tanpa permisi, dan pasti tidak kenal saya, juga saya tidak mengenalnya, langsung bapa itu tanpa rasa tahu diri memarahi,"Atur dong, gimana sih jadi guru.... nggak bisa diteladani"!Capek deh...
Siang bolong... habis mengajar anak-anak... tahu-tahunya aku dimarahi di depan orang banyak....
Begitulah nasib guru...
Aku di akhir tahun pelajaran ini mengalami kegetiran hati, bukan kekuatiran... Aku harus dinilai untuk layak memberikan pengajaran atau tidak, sementara dapurku harus mengepulkan asap kehidupan.... Harapanku: semoga... apapun yang terjadi aku diberi iman sebesar iman Bunda Maria, yang begitu kuat dan dengan tegas mengatakan: "Terjadilah padaku menurut perkataanmu...."!
Ya Tuhan berilah kami kekuatan untuk menerima kehendak-Mu melalaui tangan-tangan orang yang berkuasa menentukan keberadaanku di tempat ini, tapi bukan menentukan hidupku... Amin.
Selasa, 13 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Amiin, pak! ^^
Gianni
Posting Komentar