Berikut sebuah tulisan copas dari teman.... semoga bermanfaat untuk kita ...
Kelebihan Seorang Pemula
Sudah
berapa lama Anda bekerja? Tentu Anda sudah menjadi ahli dalam profesi
yang Anda jalani. Tidak diragukan lagi jika keahlian Anda itu menjadi
kelebihan, sekaligus faktor keunggulan Anda. Wajar. Jika semakin lama
kita bekerja, semakin meningkat keahlian, keterampilan, maupun
pengalaman kita. Wajar juga, jika dengan semua kelbihan itu kita bisa
mendapatkan bayaran yang lebih tinggi. Namun, ada kelemahan kronis yang
sering dimiliki oleh para profesional berpengalaman seperti kita. Apakah
itu? Antusiasme. Untuk soal yang satu ini, kita sering kalah jauh
dibandingkan dengan para pemula. Makanya, dengan segudang pengalaman
itu; kita sering cepat loyo. Cepat mengeluh. Dan cepat melemah. Setiap
kali menghadapi situasi yang kurang menyenangkan di tempat kerja; kita,
menjelma menjadi professional handal yang lembek. Tidak seperti para
pemula yang selalu
menggelora itu. Ataukah Anda masih antusias seperti mereka?
Ijinkan
saya menceritakan sebuah kisah nyata. Tentang seorang karyawan yang
baru saja diterima bekerja di sebuah perusahaan besar. Perusahaannya
yang besar. Kalau gajinya sih, pas saja. Maksudnya; pas-pasan saja. Pas
untuk membayar kontrakan, pas untuk makan sehari-hari. Pas untuk
membayar ongkos naik bis. Tidak ada lagi yang bersisa. Memang hanya itu
yang bisa dijangkaunya dengan gaji bulanan yang diterimanya. Tetapi
dalam keserba ‘pas’-an itu sang karyawan baru seneng saja menjalani
pekerjaannya. Setiap hari, dia bangun pagi-pagi sekali. Bergegas mandi,
lalu segera pergi menaiki metro mini yang sejalur dengan
arah kantornya. Bukan hanya berusaha supaya bisa datang di kantor
sebelum jam delapan, dia bahkan menjadi orang yang datang paling pagi.
Anda boleh memberinya nama Mr. A.
Selain
Mr. A ada juga Mr. B. Beliau ini sudah punya pengalaman kerja yang
banyak. Bahkan sekarang gajinya hampir 10 kali lipat Mr. A. Tentu sudah
tidak termasuk pas-pasan lagi. Sudah lebih dari cukup untuk menjalani
hidup. Adapun soal keluhan-keluhannya mengenai gaji yang tidak pernah
cukup, itu disebabkan karena dia sendiri yang gemar bergonta ganti
gadget. Setiap kali ada yang baru, dia menukarnya meskipun sebenarnya
gadget yang dia punya juga masih tergolong baru. Tak ragu dia
menggunakan kartu kreditnya untuk mencicil ini dan itu. Jadi, tidak bisa
menyalahkan perusahaan jika gajinya tidak kunjung bersisa. Toh
perusahaan sudah membayarnya dengan harga yang pantas. Anehnya, dengan
bayaran yang tinggi itu dia masih suka mengomelkan pekerjaannya. Setiap
hari, dia bangun santai saja. Lalu, menyalahkan kemacetan di jalanan
sebagai biang keladi
keterlambatannya tiba di kantor.
Mr.
A sekarang sudah mencicil motor. Mr. B sekarang sudah mendaptkan mobil
dari kantor. Dengan sepeda motor cicilannya Mr. A bisa menghemat
pengeluaran karena naik angkutan umum bisa menghabiskan biaya tiga kali
lipat dibandingkan membeli bensin satu tengki untuk 3 hari. Dan dia
semakin bersemangat saja pergi ke kantor, karena sekarang dia bisa punya
sisa dari gaji. Sekaligus bisa mengefektifkan waktu perjalanan sehingga
sekarang, dia tiba dikantor lebih pagi lagi. Sedangkan Mr. B semakin
sering terjebak kemacetan. Sehingga semakin sering lagi terlambat datang
ke kantor. Mr. A, tidak pernah terlambat karena dia sadar bahwa sebagai
seorang pegawai kecil; dia harus menunjukkan kesungguhan. Dan dia
bersyukur, perusahaan mau menerimanya bekerja disana. Sedangkan Mr B,
tahu betul kalau dirinya adalah orang yang penting bagi perusahaan.
Sehingga saking pentingnya, perusahaan tidak akan bisa
menegurnya. Dia menganggap bahwa perusahaan beruntung punya karyawan
seperti dirinya.
Di
bulan Desember, Mr A dan Mr. B menjalani performance appraisal dengan
atasannya masing-masing. Mr. A sadar jika penilaian atasan merupakan
masukan penting bagi dirinya agar bisa menjadi karyawan yang lebih baik
lagi. Sedangkan Mr. B sadar benar jika perusahaan mesti lebih banyak
lagi mendengarkan dirinya sehingga dia menang mutlak saat beradu
argument dengan atasannya tentang penilaian itu. Walhasil, di bulan
April; Mr A dan Mr B mendapatkan surat kenaikan gaji. Masing-masing,
mendapatkan kenaikan gaji 10%. Meskipun persentasenya sama, tapi
absoultnya berbeda karena basis angkanya berbeda. Kenaikan 10% dari gaji
10 juta kan menghasilkan tambahan 1 juta. Sedangkan 10% dari gaji satu
setengah juta ya hanya seratus lima puluh ribuh rupiah saja. Meskipun
begitu, Mr. A berujud sambil berurai air mata bisa mendapatkan kenaikan
gaji double digit. Sedang Mr. B
mempertanyakan, kenapa sih kenaikan gaji kok cuman 10% saja?!!!
Mr.
A bertekad untuk bekerja lebih baik, karena perusahaan sudah baik
memberinya kenaikan gaji double digit. Maka kerjanya pun semakin giat.
Semakin bersemangat. Semakin hebat. Sedangkan Mr. B mengirim pesan
chating pada temannya di perusahaan lain;”ditempat elo kenaikan gaji
berapa persen?”. Ketika temannya menjawab “15%” kepalanya langsung
puyeng. Lalu mengetik pesan ini:”Sialan, ditempat gue cuman 10%. Bego
nih perusahaan. Nggak menghargai karyawannya.”
Temannya
membalas:”Kan setiap perusahaan beda policy dan kemampuannya….” Lalu
dia pun kembali menimpali dengan ping begini:”Kalau gini sih ngapain gue
bertahan disini. Ditempat elo ada lowongan nggak…..?”
Mr.
A dan Mr. B. Menjalani dua kondisi yang berbeda. Yang baru bekerja, dan
yang berpengalaman lama. Yang harus mencicil motor pribadi, dan yang
mendapatkan fasilitas mobil dari perusahaan. Yang gajinya UMR pas-pas,
dan yang gajinya eksekutif plus-plus. Yang tempat kerjanya di kubikal
sumpek, dan yang tempat kerjanya ruang kantor tertutup berAC sejuk. Yang
seragamnya itu-itu saja, dan yang dasi dan jasnya berganti-ganti. Yang
kenaikan gajinya hanya beberapa ratus ribu rupiah saja. Dan yang
kenaikan gajinya bernilai jutaan.
Jelas
sekali kondisi Mr A berbeda jauh dengan kondisi Mr. B. Sekarang,
siapakah yang paling bisa menikmati hidup. Siapakah yang paling baik
menjalankan pekerjaannya. Siapakah yang paling mencintai pekerjaannya.
Dan. Siapakah yang paling menghargai kebaikan-kebaikan perusahaannya?
Anda,
apakah termasuk Mr.A itu. Ataukah Mr.B? Apapun pilihannya, hanya Anda
sendirilah yang tahu jawabannya. Tetapi, sebelum Anda terlanjur jauh
memikirkan jawaban yang paling jujur, izinkan saya untuk memberi tahu
Anda bahwa Mr. A dan Mr. B mempunyai sebuah persamaan. Tahukah Anda apa
persamaan diantara mereka? Ketahuilah bahwa Mr. A dan Mr. B itu adalah
orang yang sama. Kisah ini adalah tentang seorang pribadi, bukan dua.
Seorang manusia. Seorang saja. Hanya saja, mereka berada
pada periode waktu yang berbeda. Mr. A adalah gambaran kehidupan
kerjanya ketika baru diterima di kantor itu. Sedangkan Mr.B adalah
gambaran kehidupan kerjanya beberapa tahun kemudian. Dapatkah Anda
menemukan orang-orang seperti Mr. A dan Mr. B di tempat kerja Anda?
Ataukah, mungkin Anda sendiri adalah Mr.A dan Mr. B itu? Jawaban
terbaiknya, hanya Anda sendiri yang mengetahui.
Sekalipun
demikian, ada jenis karyawan lain yang setelah menjalani fase masa
kerjanya sebagai Mr. A, dia berevolusi menjadi Mr. C. Yaitu orang yang
antusiasmenya tidak pernah luntur barang sedikitpun. Profesional yang
meskipun pengalaman, dan masa kerjanya terus bertambah; tetapi selalu
bisa menjaga komitmennya kepada pekerjaan. Eksukutif yang meskipun sudah
menapak semakin tinggi dengan beragam fasilitas yang diberikan oleh
kantornya; dia masih tetap memelihara rasa syukur, kecintaan, dan
dedikasinya terhadap pekerjaan dan perusahaan.
Setelah
melalui fase sebagai Mr A itu; Anda ingin menjadi pribadi yang lebih
dekat dengan gambaran Mr. B, ataukah Mr. C? Hanya Anda sendirilah yang
berhak menentukannya. Kenapa? Karena masa depan Anda. Kualitas hidup
Anda. Dan nilai pribadi Anda. Adalah teritori yang hanya Anda sendirilah
yang berhak menentukannya. Namun apapun pilihan Anda; hendaknya Anda
tidak pernah membuang segala kelebihan dan sikap positif yang pernah
Anda miliki. Sebagai seorang pemula. Karena setiap pemula, mempunya
kelebihan yang sering tidak dimiliki lagi; ketika dia, sudah tidak
menjadi pemula lagi.
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman – 26 November 2012
Leadership and Personnel Development Trainer